Catatan Kecil Apoteker

Sebuah blog yang berisi tentang ilmu farmasi

Latest Posts

RANGKUMAN LIKUIDA (buat UTS, Cuy)

By 10:58




BAB: SOLUTIO
1.      Permasalahan utama dalam formulasi sediaan larutan:
a.      Kelarutan bahan aktif -> bahan aktif biasanya asam lemah atau basa lemah -> kurang larut dalam air -> keberadaannya dalam bentuk molekuler/ terionkan -> dipengaruhi pH media.
b.      Stabilitas bahan aktif -> adanya air -> dapat terjadi berbagai reaksi dan mudah ditumbuhi mikroba.
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan larutan:
a.      pH -> stabilitas bahan aktif (kelarutan, reaksi hidrolisa atau lainnya).
b.      Temperatur dan cahaya -> ada reaksi-reaksi -> dapat terjadi perubahan warna, bau, rasa, kekeruhan, kekentalan -> kalo sampe melibatkan bahan aktif bisa berakibat terhadap efektivitasnya dan mungkin menjadi toksik.
c.       Kontaminasi mikroba -> karena ada air.
3.      Proses pelarutan ada 3 tahap
a.      Pelepasan molekul dari kristal solut
b.      Pembentukan celah pada solven untuk menampung molekul solut
c.       Penempatan molekul solut ke celah solven
Jika energi yang dibutuhkan untuk  reaksi 1 dan 2 lebih besar dari reaksi 3  -> endoterm -> butuh energi dari luar untuk proses kelarutan.
Jika energi yang dibutuhkan untuk  reaksi 1 dan 2 lebih kecil dari reaksi 3  -> eksoterm -> menghasilkan energi. Ex.pelarutan NaOH mengeluarkan panas
Oleh karena itu untuk mempercepat proses kelarutan butuh pemanasan pada proses endotermik.
Selisih energi reaksi 1 dan 2 dengan reaksi 3 = ENERGI PELARUTAN, makin besar energi pelarutan = makin susah larut.
4.      Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses kelarutan:
a.      Interaksi antara solut-solven
·        Polaritas solven -> like dissolve like
·        Kemampuan solut membentuk ikatan hidrogen.
·        Gambaran struktur molekul.
·        Dipengaruhi energi bebas (entalpi) hasil tiga proses dalam sistem.
b.      Pengaruh suhu -> terkait dengan keterlibatan energi suatu reaksi -> entalpi kelarutan (reaksi endotermik dan eksotermik).
c.       Pengaruh pH -> mempengaruhi:
·        Jumlah terion dan tak terion senyawa elektrolit lemah (asam lemah atau basa lemah)
·        Kelarutan asam lemah atau basa lemah.
5.      Pengaruh pH terhadap sediaan:
a.      Drug solubility -> garam yang dilarutkan dalam air.
b.      Drug stability -> adanya proses hidrolisa yang dikatalis oleh asam atau basa.
c.       Drug activity -> aktivitas obat dalam bentuk molekul dipenggaruhi pH.
d.      Drug absorption -> kecepatan absorpsi : derajat ionisasi dan kelarutan dalam lemak.
6.      Persamaan Henderson – Hasselbach
pH = pKa + log ([garam]/ [asam])
kelarutan suatu asam akan meningkat jika pH naik dan kelarutan suatu basa akan turun jika pH naik.
7.      Kelarutan zat dalam air, faktor-faktornya:
a.      Entropi pencampuran: berpengaruh pada pencampuran semua komponen.
b.      Perbedaan gaya kohesi (solut/ solut dan solven/ solven) dengan gaya adhesi (solut/ solven).
c.       Gaya kohesi pada solut : berhubungan dengan energi dalam kristal solut. Terukur sebagai kelarutan ideal solut, tergantung pada suhu lebur dan sifat termodinamika peleburan solut.
8.      Kelarutan dapat dinaikkan:
a.      Penggunaan kosolven: diduga dapat mengurangi tegangan antar muka.
b.      Penghitungan KD: nilai KD yang dibutuhkan untuk kelarutan suatu zat (solut) harus dapat dipenuhi oleh pelarut yang digunakan (harganya sama atau mendekati).
c.       Solubilisasi: melalui pembentukan agregat koloid (misel) zat aktif permukaan (surfaktan).
d.      Pembentukan senyawa kompleks -> kompleksasi: bergabungnya antar molekul sanyawa-senyawa organik sampai tingkat tertentu membentuk kompleks yang larut.
e.      Penambahan senyawa hidrotropi -> senyawa hidrotropi: punya gugus molekul polar hidrofil -> alkohol valensi 1 dan banyak, ester dan eter. Juga dapat membentuk ikatan hidrogen.
f.        Dibuat dalam bentuk prodrug -> modifikasi kimia obat.
g.      Modifikasi kristal: bahan yang amorf lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya.
h.      Penerapan prinsip like dissolve like: senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar, senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar, senyawa organik lebih mudah larut dalam pelarut organik, dan senyawa non organik lebih mudah larut dalam pelarut non organik.
i.        Diberikan dalam bentuk garam: asam lemah atau basa lemah diuat dalam bentuk garamnya sehingga mudah larut air.
j.        Pengaturan pH – pKa: senyawa obat biasanya asam lemah atau basa lemah sehingga kelarutannya dipengaruhi oleh pH lingkungan.
9.      Dapar digunakan dalam sediaan bila:
a.      Kelarutan bahan aktif dipengaruhi oleh pH.
b.      Bahan aktif stabil pada pH tertentu (rentang pH stabilitas sempit).
c.       Air sebagai pembawa atau media.
10.  Golongan pengawet yang sering digunakan dalam sediaan farmasi:
a.      Golongan asam
b.      Golongan netral
c.       Golongan merkuri
d.      Golongan senyawa amonium kuartener
11. Bahan pertimbangan untuk skala produksi:
a.      Batch size: jumlah bahan, kapasitas alat, waktu (berhubungan dengan efisiensi produksi), pengemas.
b.      Peralatan: jenis alat yang dibutuhkan, spesifikasi alat, kapasitas obat.
12. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat trial batch atau scale up:
a.      Kapasitas produksi.
b.      Efektivitas dan efisiensi proses produksi.
c.       Reproducibility (setiap batch yang dibuat harus memenuhi spesifikasi yang sudah ditetapkan).

BAB: SUSPENSI
1.      Karakteristik fisik suspensi yang baik:
a.      Tetap homogen dalam waktu tertentu.
b.      Endapan yang dibentuk mudah diredispersi.
c.       Viskositas cukup (terlalu tinggi susah dituang, terlalu rendah cepat mengendap -> dosis homogen).
d.      Partikel harus kecil dan uniform, bebas dari gritty texture (berpasir).
2.      Faktor yang diperhatikan saat formulasi sediaan suspensi:
a.      Homogenitas dosis
b.      Proses pengendapan
c.       Tidak terjadi pemadatan endapan
d.      Proses agregasi partikel suspensi
e.      Kemudahan pendispersian
f.        Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
3.      Flocculant -> fungsi: menurunkan electrostatic repulsive force atau menambah interparticle attraction.
Flocculating agent:
a.      Elektrolit: valensi ion meningkat -> efisiensi agregasi (ion trivalen> ion divalen> ion mononvalen).
b.      Surfaktan: teradsorpsi pada EDL -> netralisasi atau pembalikan muatan -> penurunan zeta potensial.
c.       Polimer: dipengaruhi suhu, solvent, dan permukaan adsorben.
4.      Reologi
a.      Pseudoplastik: shearing stress naik -> hambatan mengalir menurun -> sediaan lebih encer (koloid, larutan polimer).
b.      Plastis: shearing stress turun -> tidak mengalir sampai shearing stress sama atau lebih besar  dari yield value.
c.       Thixotropic: rate of shear tergantung shearing stress yang diberikan.
d.      Dilatant: hambatan mengalir naik degan menaikkan shearing stress.
5.      Kerugian surfaktan: terbentuk foam, deflocculated system.
6.      Hydrophilic colloids: membungkus partikel padat padat hidrofobik dengan cara multimoleculer layer. Kerugian: deflocculated system terutama pada konsentrasi rendah.
7.      Hidrokoloid meningkatkan viskositas air dengan cara menikat atau dengan menjebak molekul air  di antara rantai intertwined macromolecular sehingga menghambat pergerakan air.
8.      Humectants: mencegah kristalisasi bahan terlarut dalam suspensi sehingga mencegah cap locking.
Co-solvent: meningkatkan kelarutan molekul elektrolit lemah dan non polar tapi bahan aktif tidak boleh larut dalam kosolven.
9.      Antioksidan
a.      Untuk mencegah proses oksidasi pada bahan aktif atau tambahan yang mengakibatkan penurunan potensi atau efek terapi, perubahan warna, bau, rasa, viskositas sediaan, dll.
b.      Beberapa bahan aktif dapat mengalami autooksidasi (reaksi radikal bebas yang dipicu oleh radiasi UV dan dengan adanya sedikit O2). Dapat dikatalisa oleh ion-ion logam.
10.  Fragrans
a.      Untuk menutupi bau yang tidak enak
b.      Untuk estetika
Umumnya bentuk minyak tidak larut air, dilarutkan dengan kosolven atau solubilizer lain.
11. Metode pendispersian hidrokoloid atau clay
a.      High Shear Mixing
·        Diperoleh dispersi yang baik.
·        Serbuk hidrokoloid ditaburkan perlahan pada permukaan/ dinding vortex -> tiap granul terbasahi. Penambahan serbuk harus sudah seluruhnya sebelum kekentalan merusak vortex dan mulai memasukkan udara ke sistem.
b.      Use of an Eductor
·        Didapatkan dispersi yang terbaik.
·        Pakai funnel and mixing eductor
·        Air secukupnya dimasukkan ke dalam tangki yang dilengkapi high shear mixer. Mixer dihidupkan -> hidrokoloid dituangkan ke funnel yang melekat pada lubang di atas tangki sementara air bergerak. Pada proses ini tiap-tiap partikel dibungkus oleh air sebelum mencapai permukaan air di dalam tangki -> mencegah hidrokoloid mengapung.
c.       Dry Mix Dispersion: bahan yang larut air dicampurkan terlebih dahulu dengan hidrokoloid  kering untuk membantu dispersi -> tambahkan perlahan-lahan ke dalam air dengan high shear mixing -> dispersi hidrokoloid tercapai dalam waktu singkat.

BAB: PENGAWET
1.      Mekanisme Kerja Pengawet
a.      Modifikasi permeabilitas membran sel dan kebocoran isi sel (lisis sebagian).
b.      Lisis dan kebocoran sitoplasma.
c.       Koagulasi irreversible isi sitoplasma (mis.pengendapan protein).
d.      Hidrolisis.
e.      Hambatan metabolisme seluler, mis.menganggu sistem enzim atau hambatan sintesis dinding sel.
f.        Oksidasi kandungan sel.
2.      Pemilihan pengawet
a.      Cukup larut dalam air ntuk mendapatkan konsentrasi yang memadai dalam fasa air dari sistem 2 fasa atau lebih.
b.      Proporsi pengawet yang tidak terdisosiasi pada pH sediaan membuatnya mampu menembus mikroorganisme dan merusak integritasnya.
3.      Pengujian pengawet
a.      Penentuan KHM (Kadar Hambat Minimum): konsentrasi terendah antimikroba kimiawi yang diketahui menghambat pertumbuhan suatu organisme uji.
b.      Pengujian efektifitas pengawet: dengan menginokulasi bermacam-macam organisme uji pada produksi dengan konsentrasi tertentu pada beberapa tabung. Kemudian diambil sampel dari tiap tabung pada waktu tertentu dan ditentukan proporsi inokulum yang hidup.
4.      Cara kerja antimikroba
a.      Mempengaruhi metabolisme: azida dan sianida ikat besi dari sitokrom dan cegah fosforilasi oksidatif.
b.      Rusak membran: ammonium kuartener rusak struktur membran  dan lemak.
c.       Mutagen kimiawi: modifikasi struktur DNA secara kimia (zat pengalkil)
d.      Analog metabolit: sulfonamida antagonis asam p-amino benzoat.
e.      Mempengaruhi sintesis dinding sel: penisilin
f.        Mempengaruhi fungsi asam nukleat: kloramfenikol dan tetrasiklin.
g.      Mempengaruhi sintesis protein: streptomisin, kanamisin
5.      Skrining kontaminan
·        Tujuan: mengetahui tipedan jumla mikroba yang mengontaminasi.
·        Dilakukan dengan: sampling udara, sampling permukaan dan peralatan, pengukuran tingkat kontaminasi pada bahan baku dan sediaan akhir -> mikrokalorimetri, elektroforesis, penentuan impedansi.

You Might Also Like

0 comments