Jika terdapat suatu kasus di mana ada seorang
mayat dan di sekitar mayat ada rambut dan bercak darah yang diduga milik
pelaku, maka tim forensik akan memeriksa DNA dari sampel biologis tersebut
untuk mengetahui siapa pelaku pembunuhan tersebut. Karena sampel yang ada
sangat sedikit dan DNA yang akan diidentifikasi juga sedikit, maka diperlukan
suatu teknik untuk memperbanyak DNA tersebut. Teknik tersebut adalah PCR
kemudian dilanjutkan dengan elektroforesis.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR
adalah suatu teknik amplifikasi (perbanyakan) sekuens DNA target spesifik secara in
vitro. PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi segmen DNA dalam
jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam.
Yang dibutuhkan untuk PCR adalah sebagai berikut:
1. DNA template
DNA template
merupakan total DNA genomik yang
diisolasi dari sampel biologis (darah, sperma, kulit, rambut, dll) yang berisi
wilayah target yang akan diperbanyak. DNA
template digunakan sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama.
1. DNA
primer
Merupakan
potongan pendek DNA single strand
yang mengapit target. DNA primer
inilah yang menentukan keberhasilan PCR.
1. Taq DNA polymerase
Merupakan
enzim yang digunakan sebagai katalis untuk reaksi polimerase DNA. Dipilih dari bakteri termofilik
atau hipertermofilik karena enzimnya bersifat termostabil sampai temperatur 95
derajat celcius.
Enzim
Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus
furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10 kali lebih kuat dibandingkan aktivitas
enzim Taq polimerase (Thermus aquaticus).
1. Nukleotida
(GATC)
Merupakan bahan-bahan
yang digunakan untuk menyusun DNA.
G = Guanin; A = Adenin; T = Timin;
C = Sitosin
Thermal
Cycler
Adalah
alat untuk proses PCR. Alat ini mampu
mengubah suhu dengan cepat dan mengulangi siklus selama beberapa kali dengan
tiga suhu berbeda selama reaksi PCR.
Proses
PCR terdiri dari tiga siklus, yaitu:
1. Denaturasi
Pada
proses ini suhu yang digunakan adalah berkisar 93 – 95 derajat celcius selama 1
menit. Suhu yang digunakan tergantung pada panjang DNA templat yang digunakan dan juga pada panjang fragmen DNA target. Suhu denaturasi yang terlalu
tinggi akan menurunkan aktivitas polimerase DNA
yang akan berdampak pada efisiensi PCR.
Selain itu, juga dapat merusak DNA
templat. Sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan proses
denaturasi DNA templat tidak
sempurna. Sehingga umumnya suhu denaturasi yang digunakan adalah 94 derajat
celcius. Dalam proses denaturasi, ikatan hidrogen DNA double strand akan rusak sehingga terpisah menjadi single strand.
2. Annealing
Suhu
kemudian diturunkan menjadi 55 derajat celcius selama 45 detik. Pada proses
ini, DNA primer single strand akan menempel pada daerah tertentu dari target DNA.
3. Ekstensi
Pada
proses ekstensi, suhu dinaikkan menjadi 72 derajat celcius selama 2 menit. Langkah
ini disebut langkah perpanjangan karena pada suhu ini polimerase Taq DNA membentang dari primer dengan
menambahkan nukleotida yang melengkapi templat untuk strand DNA yang baru tumbuh.
Ketiga siklus ini akan berulang
selama 30 kali.
Elektroforesis
Hasil
dari PCR kemudian dipisahkan dengan
elektroforesis. Elektroforesis merupakan teknik untuk memisahkan protein atau DNA dengan jalan memberi perbedaan medan
listrik elektrostatik pada media agar/ poliakrilamid yang direndam dalam TBE (Tris
– Boric Acid – EDTA). Teknik ini
dapat digunakan untuk memanfaaatkan muatan listrik yang ada pada molekul
misalnya DNA yang bersifat negatif. Molekul
yang dapat dipisahkan antara lain DNA,
RNA, atau protein. Jika suatu molekul
yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarosa,
kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan
muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub
positif.
Fragmen DNA pendek atau protein dengan berat molekul rendah akan bergerak
paling jauh. Sampel DNA diberi
pemberat (misalnya gliserin) dan pewarna untuk mengetahui apakah bagian
terpendek sudah sampai di ujung. Pewarna yang digunakan biasanya metylen blue.
Fragmen-fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi dapat ditentukan
ukurannya dengan cara membuat gel agarosa, yaitu bahan semi-padat berupa
polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan
melarutkannya dalam suatu buffer. Agar dapat larut dengan baik, pelarutannya
dibantu dengan pemanasan hingga gel agarosa dalam keadaan cair sehingga mudah
dituang ke atas lempeng, dan sebelum mendingin dibuat sumuran dengan menggunaka
perspex menyerupai sisir yang ditancapkan pada salah satu ujung gel yang masih
cair. Sehingga ketika gel memadat, terbentuklah sumuran-sumuran kecil. Ke dalam
sumuran inilah nantinya molekul DNA
dimasukkan.
Agarosa merupakan polisakarida yang
terdiri dari unit agarobiosa. Konsentrasi agarosa yang biasa digunakan antara 1
– 3%. Ukuran pori gel bergantung pada konsentrasi agarose, semakin tinggi
konsentrasi agarosa maka semakin kecil ukuran pori dan sebaliknya. Agarosa juga
mengandung sulfat, semakin rendah konsentrasi sulfat maka semakin murni
agarosa. Keuntungan menggunakan agarosa adalah agarosa leleh pada suhu yang
rendah (62 – 65 derajat celcius).
Tahapan elektroforesis:
1. Pemasangan
sisir pada cetakan gel agarosa.
2. Menuangkan
larutan agarosa yang cair setelah pemanasan.
3. Setelah
permukaan gel padat, sisir diangkat.
4. Setelah
ditambahkan dengan larutan TBE,
masukkan DNA sampel dalam setiap
sumuran.
5. Menghidupkan
mesin elektroforesis dengan waktu, set voltase dan arah migrasi yang telah
ditetapkan.
6. Hasil
dari elektroforesis kemudian diamati dengan UV
illuminator.
Sumber
referensi:
PPT
Kuliah Kimia Forensik Bab PCR dan
Elektroforesis beserta catatan kecil saya
Handoyo, Darmo dan Ari
Rudiretna. 2000. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pusat
Studi Bioteknologi. Universitas Surabaya. Unitas, Vol. 9, No. 1, 17-29
Wilson, K. & John M. W. 1994.
Principles and Techniques of Practically Biochemistry. UK: Cambridge University
Press
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler.
Jakarta: Erlangga